KIsruh DPR dan Solusinya

Panggung politik di Indonesia saat ini mempertontonkan berbagai hiburan yang kocak, menarik perhatian publik namun sekaligus juga menciptakan kemuakan dan kegeraman. Sebagai hiburan panggung politik ini memertontonkan dramaturgi mulai dari polah tingkah para relawan Joko Widodo -JK dan Prabowo - Hatta sampai dengan ditangkapnya seorang tukang sate yang dituduh menghina Joko Widodo dan Megawati dan berakhir dengan sumbangan relawan Prabowo, pemberian maaf Joko Widodo dan pemberian amplop iriana Joko Widodo kepada keluaraga tersangka. Kemuakan juga muncul baik di warung kopi, berita koran dan televisi, serta di media sosial. Perilakurelawan yang salaing menghina, mencerca dan memfitnah sampai dengan ulah anggota DPR dari Koalisi Indonesia Hebat membuat tandingan DPR yang sampai hari ini belum ada solusinya. Panggung politik inimenarik terlihat dari porsi pemberitaan di Televisi, Koran dan Media Sosial yang setiap harinya menyuguhkan berbagai hal mengenai panggun politik yang saat ini sedang berjalan.

Kelakuan KIH membentuk tandingan dan melakukan mosi tidak percaya kepada Pimpinan DPR yang terpilih menunjukkan realitas para anggota DPR ini mempertontonkan ambisi-ambisi yang tak lagi dibungkus secara apik, namun secara lugas dan tak lagi mempertontonkan etika sopan santun yang sesungguhnya sangat dijunjung oleh masyarakat Indonesia. Sementara di panggun politik belaqkang harapan rakyat yang membuncah pengin terjadinya kemajuan demokrasi yang selama ini prosedural menjadi substansial, kesjahteraan rakyat, kemakmuran untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia yang berkedaulatan dan bermartabat di panggung internasional.

Kasus DPR tandingan ini memperlihatkan kepada kita bahwa realitas politik yang terjadi adalah elitepolitik yang ada di DPR sesungguhnya hanya memikirkian diri sendiri dan kelompoknya. Mereka tidak pernah secara substansial memikirkan keinginan bangsa dan negaranya. Akibatnya ego individual dan kelompok menjadi semakin tebal ketika syahwat politik mereka umbar dengan vulgar di depan mata publik. berbagai wacana yang saat ini berkembang yang mengatakan bahwa solusi akan segera dicapai sesungguhnya hanya suara yang keluar dari mulut, tidak sampai ke hati nurani mereka.

Saran muncul dari berbagai pihak bahwa salah satu solusinya adalah para Ketua Umu Partai perlu segera bertemu untuk mencari jalan keluar. Kenyataan yang terlihat sampai saat ini ada kesan mereka sebenarnya saling menunggu siapa yang harus memulainya terlebihdahulu. Kesaqn ini sangat mungkin merupakan fakta nyata, karena masih ada kendala yang merekahitung yaitu pertarungan yang sedang terjadi di Partai Persatuan Pembangunan harus slesia terlebih dahulu. Siapa yang kemudian secara legal menjadi pemimpin partai ini. Selesainya konflik di P3 akan menentukan arah posisi tawar dari masing-masing Ketua Umum Partai dlam mencari solusi yang dianggapterbaik.

Para anggota Fraksi Partai Politik pun juga tidak ada keinginan segera bertemu guna membahas masalah yang terjadi di DPR secara komprehensif tanpa harus menunggu selesainya konflik di P3. Ini menunjukkan bahwa mereka tampak menunggu dirigennya masing-masing memberi aba-aba apa sehingga mereka tak leluasa untuk bergerak melakukan komunikasi politik dengan rekan atau lawan di Fraksilain.

Sistem paket yang digugat oleh KIH karena mereka dengan sistem tersebut ternyata tidak bisa memperoleh  tempat di kelengkapan dewan sesuai dengan prediksi yang mereka terima dan menganggap asas proporsional tak diberlakukan oleh pimpinan DPR yang terpilih. Konsekuensi logis dari kekalahan suara di dalam DPR mestinya tidak harus kemudian memunculkan kesan sebagai koalisi yang kalah terus "mengemis " minta jatah dengan alaan prinsip proporsional. Kalau syahwat politik kekuasaan  yang mereka miliki bisa ditekan demi untuk kepentingan bangsa secara keseluruhan, ukuran pengabdian mereka diDewan tidak lagi perlu memnghitung berapa orang kelompoknya punya posisi di alat kelengkapan dewan. Akan tetapi suara mereka yang bermutu dalam membela kepentingan rakyat dalam berbagai sidang harus menjadi ukuran. tentu saja Rapat KOmisi dan Fraksi dan bahkan Paripurna DPR tidak akan bisa ditentukan hanya oleh mereka yang duduk sebagai pimpinan di alat kelengakapan dewan mau pun di DPR.

Solusi Strategis

Keterbelahan yang terjadi di DPR RI harus segera diakhiri. Siapa yang harus mengakhiri? Koalisi Indonesia Hebat yang harus secara publik menyatakan mencabut terbentuknya DPR Tandingan dan meminta maaf kepada rakyat. Pada saat yang sama KOalisi Merah Putih harus melakukan perubahan komposisi personil alat kelengkapan dewan dengan meminta kepada KIH untuk segera mengajukan nam-nama calonnya. Musyawarah dan mufakat perlu digelindingkan kembali demi untuk mengikuti keinginan rakyat. Apabila kedua kelompok ini tidak melkukan manuver strategis ini, maka suara rakyat akan bukan hanya sekadar bersuara, namun parlemen jalanan sepertinya akan menekan secara kuat agar DPR segera menyelesaikan konflik internalnya.

Para Ketua Partai perlu segera bertemu tanpa harus menunggu selesainya masalah di P3. Inti dari komunikasi politik di antara mereka adalah mengembalikan jalan penyelesaian melalui musyawarah dan mufakat . Selain itu para Ketua Umum Partai segera mengeluarkan perintah harian kepada Fraksi yang ada diDPR untuk segera mengajukan calon dan bermusyawarah unhtuk menyusun alat kelengkapan dewan yang baru.

 Presiden atau Wakil Presiden perlu segera mengadakan pertemuan dengan para Ketua Umum Partai dengan mendorong dicarinya solusi yang elegan, karena kebuntuan di DPR akan memengaruhi irama Kabinet Kerja yang diusung. Pemerintah berkepentingan adanya kemulusan dalam hal legislasi,  pengawasan dan penganggaran prgram dan proyek  yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Kompromi-kompromi harus segera bisa dirumuskan dan diimplementtasikan sehingga kebuntuan yang berlarut pastinya sangat merugikan rakyat bukan hanya pemerintah yang berkuasa. Semoga di minggu ini masalah DPR dapat selesai..selamat bekerja untuk PartaiPolitik, DPR dan Pemerintah.

                                                                                      Purworejo,  3 November 2014

0 komentar:

Posting Komentar