SETELAH GEBRAKAN MORATORIUM IJIN KAPAL DAN PENANGKAPAN KAPAL ILEGAL


Hampir 100 hari Susi Pujiastuti mengguncang jagad kemaritiman Indonesia dan sekitarnya dengan melakukan penangkapan kapal asing illegal yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia dan pelarangan fishing transshipment, masih saja terdengar ada kapal yang ditangkap dan bahkan ditenggelamkan.  Selain itu muncul protes dari pengusaha perikanan domestic sehubungan dengan pelarangan transshipment dan pelarangan penggunaan alat penangkap ikan  pukat harimau dan sejenisnya.
Dari gebrakan kebijakan ini sekarang tampak lebih transaparan permasalahan perikanan beserta turunannya  yang perlu memeroleh perhatian pemerintah Indonesia dan bisa dicermati oleh masyarakat
Industri Kelautan
Satu permasalahan yang sekarang semakin tampak menjadi masalah krusial antara lain bagaimana industry kelautan beserta sarana pendukungnya  akan memberi prospek cerah atau dalam jangka pendek dan menengah justru akan merugikan pertumbuhan industri kelautan itu sendiri.
Selama ini ditengarai lebih dari 6 ribu kapal asing atau eks asing yang beropersasi menangkap ikan di berbagai tempat perairan Indonesia secara illegal. Hasil tangkapan tersebut jelas bisa dihitung berapa trilyun kerugian Indonesia sebagai akibat kegiatan tersebut. Sekitar 6 trilyun rupiah pertahun kerugian ituhampir selalu dialami. Setelah penertiban pertanyaan besar kita sekarang berapa devisa yang bisa kita selamatkan setidaknya dalam seratus hari terakhir ini. Penulis belum memeroleh data yang akurat, namun secara logika pendpatan dari sektor perikanan hampir dapat dipastikan akan naik signifikan. Akan tetapi ada kemungkinan hasil tangkapan ikan justru tidak menambah devisa yang diperoleh, karena sampai saat ini belum ada peningkatan signifikan hasil tangkapan ikan domestik yang secara legal beroperasi.
Peningkatan perolehan tangkapan berbanding lurus dengan penambahan jumlah  dan tonase kapal yang akan beroperasi secara legal. Masalahnya untuk menambah jumlah dan kualitas kapal sepertinya perusahaan dalam negeri hanya berkemampuan sangat terbatas. Salah satu kendalanya hampir semua Bank di Indonesia belum begitu berani investasi dalam pembuatan kapal ikan dengan tonase dan teknologi tinggi. Sementara  pengusaha kapal dari segi modal hanya terbatas. Kendala ini hanya bisa diatasi dengan komitmen pemerintah untuk memberi  jaminan agar industri kapal bisa memeroleh kredit yang menguntungkan bagi pertumbuhan usaha galangan kapal.
Permasalahan teknologi pemeliharaan pasca penangkapan ikan juga masih terkendala , seperti terbatasnya cold storage yang tersedia di pangkalan penumpukan ikan, dermaga yang mampu memadai untuk memfasilitasi Tempat Pelelangan Ikan yang representatif. Ini sudah disadari oleh pemerintah dan ada keinginan kuat untuk menambah jumlah cold storage diberbagai tempat agar kualitas ikan pasca penangkapan dapat terjaga dalam kualitas prima. Pembangunan 49 Pelabuhan yang dapat melayani lalu lintas orang dan barang, termasuk hasil tangkapan ikan mulai digarap.
Ketaatan pengusaha besar perikanan terhadap kebijakan Kementrian Perikanan dan Kelautan  masih menjadi pertanyaan, karena terbukti penangkapan ikan eks Tiongkok yang dimiliki satu perusahaan ikan itu beroperasi dengan tanpa kelengkapan dokumen yang sah. Selain itu diduga perusahaan besar ada yang tak patuh dengan langsung membawa hasil tangkapan ke pelabuhan yang dimiliki, sehingga pemerintah tidak tahu berapa banyak dan jenis ikan yang ditangkap itu. Jadi perolehan devisa dari hasil tangkapan ini rawan dimanipulasi.
Dampak bagi Nelayan dan rakyat
Seperti yang disebut di atas secara logika kebijakan di atas akan berdampak positif pada masyarakat nelayan dan juga rakyat Indonesia. Tentu saja negara akan memeroleh manfaat yangsignifikan.Selain mengambil patokan  seratus hari setelah kebijakan diberlakukan, penulis melalui telaah berbagai pemberitaan,  sementara berkesimpulan nelayan dan rakyat pada umumnya belum memeroleh manfaat yang signifikan dari kebijakan tersebut. Di beberapa tempat justru muncul protes dari para nelayan kecil dan menengah, karena pelarangan transshipment justru memberi beban tambahan buat mereka, karena biaya operasional penangkapan ikan tidak sebanding dengan hasil tangkapan. Artinya Susi yang pada waktu menggulirkan kebijakan tersebut jelas menyatakan optimisme kesejahteraan ekonomi nelayan dan buruh nelayan akan terdongkrak signifikan, maka  kiranya  perlu penelitian lebih lanjut soal hal tersebut. Protes tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa kebijakan di atas masih belum menyentuh pada persoalan kebutuhan dasar nelayan
Masalah yang kedua setelah kebijakan bergulir , Susi mengklaim persediaan ikan di pasar meningkat signifikan. Masalah yang krusial adalah daya serap pasar terhadap kelebihan pasokan ikan perlu menjadi perhatian serius.  Dari berbagai sumber,  rakyat Indonesia secara umum nilai konsumsi produk produk ikan segar mau pun olahan masih sangat kecil dibanding dengan negara negara lainnya. Kegemasan Susi tentang pasokan ikan domestik yang selama iniberedar kualitasnya di bawah standar, karena yang bagus justru diekspor perlu diapresiasi. Namun kegelisahan tersebut belum cukup. Peningkatan nilai konsumsi produk laut menyangkut masalah budaya makan masyarakat. Pekerjaan rumah yang tidak mudah bagaimana mengubah pola makan masyarakat agar ikan dan produk laut yang gizinya tinggi bisa diterima lebih mudah di masyarakat.
Kelebihan pasokan ikan memang bisa diserap oleh industri perikanan menengah dan besar. Pemain domestik dibidang ini tampaknya masih cukup terbatas, sementara perusahaan asinglah yang lebih dominan. Ada aspek yang perlu diperhitungkan bahwa kebijakan menindak pencuri ikan kemungkinan ada resistensi terselubung dari negara negara yang perusahaannya melakukan illegal fishing di Indonesia. Apabila hal ini terjadi Indonesia akan kesulitan melakukan kegiatan ekspor hasil industri produk kelautan. Sampai saat ini memang belum terbukti, tapi perlu diwaspadai.
Kendala yang terakhir konsitensi terhadap penerapan kebijakan di atas perlumenjadi perhatian ada satu inkonsitensi kebijakan yaitu pelonggaran ijin menangkap ikan dengan pukat harimau dan sejenisnya diundur sampai awal tahun 2016. Kebijakan ini mengakomodasi siapa? Rasanya bukan pada para nelayan tradisional yang tak punya kemampuan modal dan teknologi penangkapan dengan menggunakan pukat harimau. Aturan ini mengakomodasi kepentingan kelas menengah nelayan dan para pengusaha perikanan menengah dan besar yang memilki kemampuan menangkap dengan kapal tonase besar dan teknologi pukat harimau tersebut.

Kesimpulan
Gebrakan Susi masih belum selesai, perlu kebijakan lain yang mendukung dan mengamankan agar berjalan sesuai dengan tujuan, yaitu sebagai pintu masuk Indonesia menjadi berdaulat dibidang maritime sekaligus masuk sebagai Poros Maritim dunia yang diperhitungkan berbagai pihak.


PEKERJAAN RUMAH BESAR : POROS MARITIM DUNIA



Sudah lebih dua bulan Susi Pujiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan mencoba mengimplementasikan program andalan presiden Joko Widodo, yaitu Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dalam konteks ini kesan yang tersirat Susi demikian fokus pada masalah pengamanan sumber daya ikan yang selama ini sudah dicuri oleh nelayan nelayan asing dari berbagai negara dengan besaran kerugian sekitar 300 trilyun per tahun. Susi sampai pada kebijakan penenggelaman kapal nelayan asing yang tertangkap agar menimbulkan efek jera. Kapal yang ditenggelamkan pun ternyata hanya beberapa buah sangat kecil bila dibandingkan dengan perkiraan jumlah kapal yang secara ilegal beroperasi di perairan Indonesia yang berjumlah sekitar tujuh ribu buah kapal.
Kesan kuat yang tampak fokus Susi hanya menjangkau aspek aspek ekonomi dari sumber daya maritim yang menjadi kekayaan Indonesia. Oleh karena itu bila dicermati lebih jauh program Poros Maritim Dunia ini menyangkut berbgai dimensi yang begitu luas, karena banyak aspek yang harus secara simultan dilakukan oleh pemerintah apabila program ini dapat sukses.

Maritim bukan sekadar lautan
Menelaah masalah kemaritiman sesungguhnya bukan berbicara soal keberadaan sebuah negara yang secara geografis berada di tengah lautan. Maritim bukan hanya soal laut, namun yang lebih mendasar adalah sekumpulan manusia yang hidup dan kehidupannya begitu erat hubungannya dengan laut yang ada di sekelilingnya. Artinya habitat kumpulan manusia tersebut adalah laut.
Konsekuensi logis dari laut sebagai habitat, maka cipta, rasa, karsa manusia tersebut selalu bernuansa kelautan. Budaya laut merupakan sebuah produk yang berlangsung menyejarah dalam kehidupan kumpulan manusia yang kemudian membentuk sebuah kebangsaan dan kemudian negara. Sejarah Indonesia mencatat Kerajaan Mojopahit, Sriwijaya, Demak, Samudera Pasai menorehkan tinta emas sebagai kekuatan maritim yang sangat diperhitungkan pada jamannya.
Pelaut dan pedagang dari wilayah kerajaan kerajaan tersebut dikenal telah menjelajahi dunia. Sebaliknya temuan sejarah menunjukkan kehadiran bangsa asing sudah terjadi jauh sebelum masa kolonialisme.
Produk budaya seperti kapal Phinisi, barang barang dagangan yang dibawa ke luar wilayah Asia bahkan sampai ke Eropa yang kemudian mendorong terjadinya ekspedisi bangsa Eropa sampai ke wilayah Nusantara ini.
Setelah Portugis kemudian Belanda datang ke wilayah kemudian dikenal dengan Indonesia lambat tapi pasti laut sebagai habitat hidup manusia secara sistematik digeser, karena penjajah berkepentingan dengan hasil bumi di daratan Indonesia yang menjadi komoditas ekspor yang sangat laku di Eropa, sementara lautan justru dikuasai oleh mereka. Orientasi suku suku bangsa yang hidup di Indonesia sadar atau tidak berubah menjadi petani dan buruh perkebunan. Sementara mereka yang hidup di daerah pantai hanya mampu menjadi nelayan tradisional yang miskin dan terbelakang, karena tak ada kesempatan buat mereka untuk terus berkembang. Kehidupan mereka pun lebih tergantung dengan produk produk daratan seperti beras, jagung, sagu sebagai bahan makan pokok mereka.
Setelah merdeka pun bangsa Indonesia ini masih juga tak sadar bahwa nenek moyang mereka pernah berjaya sebagai bangsa maritim. Fokus mereka bagaimana matra darat bisa menjadi gantungan hidup dan kehidupannya. Setelah berjalan selama 60 tahun sebagai bangsa merdeka kesadaran akan arti strategis wilayah maritim disentak oleh ide yang digulirkan oleh Joko Widodo yang kini jadi presiden.
Sekarang Poros Maritim seolah menjadi asa bangsa ini untuk tumbuh dan berkembang sebagai bangsa besar yang akan diperhitungkan dunia dari berbagai aspek kehidupan. Inilah yang kemudian menciptakan tantangan dan hambatan yang ada di depan mata.
Joko Widodo mampu menciptakan gairah kehidupan bangsa ini, namun sayang dia justru yang dia jadikan sebagai lokomotifnya adalah gebrakan yang sangat berdimensi ekonomis. Kebijakan ini mungkin tidak salah, karena hasil yang diperhitungkan di atas kertas sangat jelas. Misal berapa produk ikan yang bisa diselamatkan untuk kemaslahatan bangsa dan negara.Berapa trilyun penghematan dapat dilakukan bila Tol laut bisa segera tercapai.
Kelemahan mendasar dari kebijakan ini infra struktur yang dibutuhkan untuk pencapaian tersebut modalitas bangsa ini harus diakui sangat minim, sehingga untuk membangun suka atau tidak suka harus mau menerima bantuan asing. Sementara pada saat yang sama Joko Widodo juga mencanangkan era kemandirian dalam era pemerintahannya. Ini tantangan dan sekaligus hambatan pertama yang kita tunggu bersama bagaimana Joko Widodo mengatasinya dengan tanpa mengorbankan kemandirian bangsa.
Pekerjaan rumah lain yang perlu diberi perhatian oleh Joko Widodo bagaimana mengembalikan sikap mental dan jiwa bahari yang pernah menjadi primadona dari bangsa ini bisa segera diraih kembali. Kalkulasi ekonomi tentu saja sulit untuk digunakan sebagai rujukan. Banyak ahli yang mengatakan soal soal semacam ini hanya bisa diselesaikan bukan dengan jalan pintas. Pemerintah harus segera menyiapkan kurikulum pendidikan yang menunjang terciptanya sikap mental dan jiwa bahari di kalangan murid sekolah dasar sampai lanjutan. Ini bukan soal mudah bagi pemerintahan Joko Widodo. Pertanyaan kita apakah dalam jangka lima tahun pemerintahan ini mampu menyiapkan peta jalan pendidikan yang berorientasi pada kesadaran maritim sebagai jalan kehidupan masa depan bangsa ini. Kurikulum 2013 yang saat ini menjadi polemik mungkin dalam proses evaluasi bisa dimasukkan pendidikan kesadaran maritim ini.
Problem besar lain yang harus dihadapi bangsa ini design pertahanan keamanan yang menjadi tanggung jawab TNI belum berubahnya matra darat sebagai center of exellence dibanding dengan matra laut dan udara. Meskipun harus diakui setelah Polri dipisah bukan lagi menjadi kekuatan pertahanan, TNI sudah berusaha mereformasi kelembagaan dan strategi pertahanan dalam kondisi sivis pacem parabellum. Kesan prioritas matra darat sebagai ujung tombak kekuatan pertahan masih sangat terkesan kuat di mata publik. Hankamrata sebagai doktrin pertahanan  keamanan perlu didiskusikan kembali, sehingga fokus dan bobot laut sebagai matra utama dalam menghadapi dinamika global dengan pendukung matra udara dan darat memeroleh porsi yang relevan dengan program Poros Maritim Dunia. Bagaimana Joko Widodo mampu mengarahkan diskusi diskusi konstruktif dalam masalah pertahanan dan kemanan maritim merupakan sebuah tantangan dan hambatan tersendiri. Joko Widodo sebagai orang sipil harus mampu meyakinkan para jenderal di TNI bahwa reformasi di TNI harus diarahkan sejalan dengan program besar Poros Maritim Dunia ini.
Tantangan yang juga tak kalah penting Joko Widodo harus mampu meyakinkan para politisi yang saat ini duduk di DPR dan MPR agar mereka mau memberi dukungan politik dan juga kritik konstruktif demi tercapainya kesuksesan Poros Maritim Dunia ini. DPR sangat strategis dalam memuluskan tidaknya kebijakan polityik di bidang anggaran, payung legal formal dan strategi lain yang perlu ditempuh oleh pemerintah.
Dari paparan ini jelas terbayang Joko Widodo mungkin akan tercatat sebagai peletak dasar kembalinya budaya maritim dari bangsa ini, sementara keberhasilan yang bisa dirasakan selama lima tahun masih dalam konteks ekonomi yang berupa tambahnya besaran sumbangan sektor maritim dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menciptakan maritim sebagai habitat kehidupan bangsa Indonesia mungkin presiden lain yang akan melanjutkannya.       
Dengan logika seperti di atas, maka ada bahaya yang perlu dowaspadai oleh pemerintahan Joko Widodo, yaitu mengendalikan emosi, kesadaran dan kesabaran rakyat dalam mengikuti dan menikmati dinamika proses pencapaian Poros Maritim Dunia ini dalam kurun waktu lima tahun ini. Sebagian besar pendukung Joko Widodo sangat berharap banyak pemerintahan ini segera dapat mewujudkan janji janji kampanyenya, sementara perjalan dan proses pencapaian tersebut bukan berjalan dijalan yang landai dan bebas hambatan, namun justru jalan terjal, licin dan berkelok yang saat ini tampak di hadapan mata. 

KIPRAH TIM REFORMASI TATA KELOLA MIGAS

Hari Minggu kemarin Tim Reformasi Tata Kelola Migas melalui konferensi pers mengumumkan kebijakan berupa pengalihan impor minyak jenis Ron 88 ke Ron 92 yang semula memroduksi bensin premium menjadi bensin pertamax. Alasan pengalihan impor karena celah penyelewengan impor Ron 88 sangat besar. Rekomendasi ini merupakan satu langkah baru yang akan ditempuh Indonesia dalam mengatasi kekisruhan soal tata kelola minyak dan gas bumi. Sejauh mana kiprah Tim Reformasi ini berdampak pada berbagai aspek yang berkaitan dengan tata niaga minyak dan gas bumi.

Pemberantasan Mafia Migas

Isu utama dari masalah minyak dan gas ini adalah munculnya tudingan mafia sudah berurat dan berakar menguasai tat kelola dan tata niaga minyak dan gas bumi di Indonesia. Sampai saat inipemerintah belum mampu membongkar siapa yang sesungguhnya gotfather dari mafia ini, meskipun ada beberapa orang yang dituding ada dibalik pergerakan mafia ini.

Beberapa waktu lalu pemerintah menyatakan akan lebih fokus pada penataan sistem tata kelola dan tata niaga dar ipada mengejar orang orang yang disangka sebagai pengendali mafia ini. Keputusan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin oleh Faisal Basri membuktikan bahwa apa yang dikatakan pemerintah mendekati kebenaran.

Impor Premium dari luar negeri memang hanya Indonesia yang melakukannya, sementara negara negara Asia Tenggara mengimpor minyak jenis Ron 92 atau yang kemudian produknya dikenal sebagai Pertamax. Dengan hanya I(ndonesia yang mengimpor Ron 88 yang lebih dikenal dengan bensin premium, nilai tawar Indonesia selalu berada pada posisi yang lemah. Pemasok premium tentu saja hanya sedikit pemainnya, sehingga posisi tawar suplier ini sangat kuat. Apalagi dari tahun ke tahun permintaan atas komoditas jenis ini terus meningkat. Secara logika pemerintah Indonesia sangat tahu siapa saja sebenarnya pengendali tata niaga Premium ini. Pertamina menyatakan bahwa prosedur impor Premium yang ditangani oleh Petral anak perusahaan Pertamina yang berkantor pusat di Singapura tidak melakukan praktek kong kalikong dengan para mafia. Akan  tetapi publik merasakan bahwa apa yang dilakukan Petral ini sarat dan berkaitan erat dengan para mafia. Ini terselip pertanyaan mengapa pemerintah lebih memilih pembenahan sistem daripada memberantas mafia dengan menangkap dan mengajukan mereka ke pengadilan?

Argumen Tim Reformasi Tata Kelola Migas bahwa impor Ron 88 rawan penyelewengan mengamini sinyalemen publik ini. Sehingga merekomendasi agar beralih ke jenis Ron 92, karena semua negara Asia Tenggara menggunakan bensin jenis ini. Artinya yang bermain sebagai suplier jauh lebih banyak, sehingga alternatif memeroleh suplier yang kompetitif dan penawarannnya paling murah bisa lebih mudah diperoleh. Argumen ini sungguh masuk akal sebab dengan proses tender yang fair dan terbuka Indonesia akan memeroleh harga beli yang lebih murah dan ketersediaan minyak jenis Ron 92 akan jauh lebih mudah diperoleh di pasar internasional.

Kilang Pertamina yang ada di dalam negeri kapasitasnya masih sangat kecil untuk memenuhi pengolahan minyak Ron 92 ini menjadi Pertamax, sehingga proses produksi Pertamax sepertinya masih akan dilakukan di Kilang Minyak luar negeri, khususnya Singapura. Artinya impor Pertamax masih sama saja prosedurnya dengan impor premium, sehingga celah penyimpangan yang dimanfaatkan para mafia masih mungkin terjadi. Dengan demikian Tim Reformasi Tata Kelola Migas perlu mengantisipasi kemungkinan ini. Dalam jangka pendek impor dalam bentuk Pertamax memang harus tetap dilakukan. Tim Reformasi perlu menindaklanjuti dengan rekomendasi kebijakan lain antara lain Pertamina didorong untuk segera membeli kapal tanker sendiri guna mengangkut Pertamax dari pengilangan di luar negeri. Kedua pembangunan kilang minyak di dalam negeri disamping meremajakan kilang yang sudah tua juga perlu membangun beberapa kilang yang tersebar di dalam negeri. Rekomendasi ketiga Pertamina perlu melibatkan perusahaan cargo didalam negeri untuk kerjasama mengangkut minyak ke berbagai wilayah sehingga peta jalan program Tol Laut untuk komoditas migas dapat segera terwujud. Apabila terpaksa baru melakukan kerjasama dengan perusahaan cargo dari luar negeri. Rekomendasi keempat yang berdimensi jangka menengah dan panjang Tim ini perlu merekomendasikan percepatan pembangunan infra struktur berupa pelabuhan yang dekat dengan kilang minyak dan jalan rel kereta api di luar Jawa sebagai prioritas.

Rekomendasi Tim soal  pengalihan ke Pertamax ini tentu memengaruhi berbagai sektor kegiatan yang basis kegiatannya dengan bensin Premium. Apabila Pertamax dijual ke konsumen dengan tanpa subsidi, maka pasti akan meningkatkan biaya operasional para konsumennya. Akan tetapi pada saat yang sama penggunaan Pertamax akan memberi dampak positif dalam pemeliharaan , karena bahan bakar ini lebih efisien. Dengan demikian apabila subsidi tetap diberikan pada bahan bakar Pertamax dengan tanpa selektif kasus pemborosan seperti penggunaan pada Premium akan kembali terjadi. Oleh karena itu subsidi selektif dan ketat harus tetap menjadi pilihan.

Secara politik ekonomi saat ini sepertinya belum ada reaksi positif mau pun negatif. Dalam jangka waktu setelah masa transisi berlalu reaksi negatif bisa saja akan terjadi kalau pemerintah salah dalam menjalankan kebijakan subsidi atau tanpa subsidi sama sekali. Dalam konteks ini Pertamina harus benar benar menjalankan bisnis pemasaran dengan jujur dan transparan dan harus mengantisipasi pemain lain seperti Shell dan Petronas yang sangat mungkin akan mampu memanfaatkan pangsa pasar domestik Indonesia.

Setelah pembenahan sistemik Tim Reformasi ini saya kira belum selesai tugasnya, karena Tim ini harus bisa memastikan praktik mafia tak akan terulang kembali dan kalau perlu Petral kantor pusatnya direkomendasikan dipindah ke Jakarta atau Batam. Alasan sedrhananya transaksi impor minyak ini harus mengikuti hukum positif di Indonesia, sehingga sebagai anak perusahaan Pertamina yang bertugas menjalankan fungsi kepanjangtanganan Pertamina tunduk pada hukum Indonesia.

Mari kita tunggu apa lagi yang bisa disumbangkan Tim Reformasi Tata Kelola MIgas inibagi kemaslahatan bangsa dan rakyat Indonesia.

                                                                           Purworejo, 22 Desembar 2014

POLITIK SEPAK BOLA INDONESA

Jum'at sore ini Tim Nasional Indonesia mungkin terakhir kali tampil di ajang Piala AFF 2014 di Vietnam. Sebelumnya bermain seri 2 - 2 dengan Vietnam dan kemudian kalah 0 - 4 dengan Philipina. Secara logika hampir mustahil Indonesia akan bisa melanjutkan permainan di putaran berikut. Dengan kata lain harus angkat koper kembali ke Indonesia.

Sepak bola memang hanya sebuah olah raga favorit di Indonesia bahkan seluruh dunia. Akan tetapi ketika olah raga ini dipertandingkan dengan mengatasnamakan negara, maka dimensi politik pun kemudian masuk dalam ranah ini. Kepentingan untuk selalu menang menjadi salah satu kepentingan nasional negara. Kebanggan terhadap kemenangan ini atau sebaliknya kekalahan yang diderita bisa berdampak pada kondisi politik dalam negeri. Indonesia cukup beruntung, kekalahan Tim Nasional yang terjadi selama ini tidak berdampak signifikan bagi perpolitikan dlam negeri. Meskipun demikian akibat kekalahan ini negara secara moral punya kewajiban untuk mengambil kebijakan agar olah raga ini mampu kembali menjadi salah satu kebanggan bangsa.

Perombakan  di PSSI

Selama sekian tahun pengurus PSSI yang dipilih oleh stake holder kenyataanya belum dapat membangkitkan mutu persepakbolaan di Indonesia seperti pada dasa warsa 1970 sampai 1980an. PSSI yang dulu disegani di Asia Tenggara bahkan di Asia juga mampu berbicara saat ini ternyata sekarang seperti burung Garuda yang tidak memiliki kemampuan terbang di atas langit yang tinggi. Ketika Timnas U 19 mampu menjadi juara AFF memunculkan rasa optimis akan terjadinya kebangkitan persepakbolaan Indonesia. Akan tetapi ternyata ketika di ajang AFC Timnas ini gagal total, sehingga kemudian pelatih dan Tim tersebut dibubarkan. Ketiaka Timnas Senior mau diberangkatkan ada dua pendapat yang satu mengatakan bahwa Timnas ini tak akan mampu berprestasi dan yang lainnya optimis akan mampu berbicara karena materinya jauh lebih baik dari Tim tahun 2010 yang lalu. Kenyataan 90 % kegagalan sudah terbayang dan akan kita lihat apakah sore ini akan benar benar gagal total juga.

Kegagalan ini tidak boleh menimpakan kesalahan pada pelatih dan pemain yang ditunjuk, namun jauh lebih baik kalau pemerintah dan PSSI melakukan introspeksi ats kegagalan ini. Salah satu kelemahan yang menyebabkan kegagalan ini adalah sistem kompetisi yang

ASPEK ASPEK PENATAAN SUMBER DAYA WILAYAH LAUT INDONESIA



Indonesia sudah menegaskan berkeinginan menjadi negara yang bisa menjadi Poros Maritim Dunia. Berarti Indonesia punya komitmen untuk menjadikan lautan Indonesia menjadi  bukan hanya sebagai media penghubung antar pulau dan kepulauan yang tersebar di seluruh wilayah kedaulatan Indonesia. Indonesia juga harus bisa berperan sebagai urat nadi perekonomian dunia melalui lalu lintas laut dan eksplorasi sumber daya lautnya. Wilayah laut juga merupakan sumber kekayaan yang harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu menjadi nilai tambah yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Laut juga menjadi beranda depan Indonesia untuk dapat berhubungan dengan dunia luar dan harus menjadi tuan rumah di wilayah lautan Indonesia.
Aspek Geografi Laut
Hampir ¾ wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah terdiri atas selat, teluk dan lautan. Lautan Indonesia secara geografis memilki posisi yang strategis, karena menghubungkan  antara benua Australia dengan Asia.  Samudera Hindia dengan Lautan Pasifik juga terhubung oleh wilayah laut indonesia. Dinamika politik dan keamanan di wilayah tersebut sekarang dan kedepan menjadi semakin penting dan perlu dicermati.
Laut yang ada di wilayah Indonesia menyimpan banyak kekayaan alam yang luar biasa mulai dari ikan, terumbu karang mau pun biota laut lainnya. Selain itu tambang minyak dan gas di lepas pantai terdapat di berbagai tempat dan juga tambang dan mineral non migas juga diduga potensinya cukup besar. Terbukti bahwa banyak kasus pencurian ikan yang dilakukan nelayan asing saat ini terungkap dengan jelas sangat merugikan Indonesia, sehingga Kemeterian Kelautan mengambil berbagai kebijakan berkaitan dengan masalah perikanan. Salah satunya adalah moratorium pengadaan ijin kapal perikanan  yang beroperasi di wilayah laut Indonesia dan melarang praktek transhipment di lautan. Penenggelaman kapalyang secara ilegal masuk ke Indonesia juga telah dilakukan oleh TNI ALRI hari Jum’at lalu. Dampak kebijakan moratorium yang terlihat dalam jangka pendek ini adalah berlimpahnya pasokan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang sebelumnya jarang terjadi.
Dalam konteks ini harapan Indonesia agar timbul efek jera kepada nelayan asing untuk tidak seenaknya masuk ke wilayah perairan Indonesia. Apabila ingin mengambil ikan di Indonesia harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Kita masih menunggu apa harapan ini akan tercapai.
Apabila mengikuti data geografis dan hukum laut internasional secara geografis cakupan wilayah Indonesia ini sangat luas, sehingga keinginan untuk mengamankan kedaulatan Indonesia memerlukan modalitas yang besar secara anggaran, besar pula sumber daya kapal dan sumber daya manusia yang diperlukan dan juga teknologi modern yang mampu membantu pengamanan laut ini. Kemampuan TNI ALRI memang sudah meningkat lumayan, namun kalau diukur dari kacamata pertahanan dan keamanan kekuatan TNI ALRI masih belum sampai pada tingkat minimally defensive power.  Oleh karena itu pemerintah harus memberi perhatian pada peningkatan jumlah kapal perang, persenjataan pendukung dan sumber daya manusia yang memadai. Dalam Rencana Strategis TNI memang terus diupayakan, namun karena kondisi anggaran pemerintah terbatas, maka cara memenuhinya secara bertahap. Meskipun demikian hasil yang bisa dilihat dalam sebulan terakhir ini memberi semangat pada bangsa ini bahwa kedaulatan di laut akan segera dapat dicapai.
Kebijakan strtegis yang perlu terus dikembangkan adalah memberdayakan dan mendayagunakan potensi yang ada di dalam negeri sebagai prioritas. Saat ini asumsi yang berkembang perang dalam skala masif di wilayah Asia Tenggara, Asia Timur dan Pasifik tak akan terjadi, meskipun ada sengketa sengketa yang terjadi di wilayah tersebut. Dalam konteks ini pilihan  pengembangan kemampuan militer TNI, khususnya TNI ALRI dan TNI AURI memrioritaskan produk dari dalam negeri terlebih dahulu.  Kalau pun ada produk asing skema kerjasama pembuatan kapal antara Indonesia dengan Korea Selatan yang memberi kesempatan pada PT PAL untuk bekerjasama memroduksi merupakan skema yang memilikinilai tambah, karena ada alih teknologi dan ketrampilan buat Indonesia. Bukan berarti TNI ADRI tidak menjadi prioritas dalam pembangunan alat pertahanan, namun karena wacananya soal kelautan matra darat tidak disinggung secara spesifik.
Dalam konteks pendayagunaan sumber daya alam tentu dibutuhkan berbagai peralatan dan teknologi yang mampu mengeksplorasi sumber daya tersebut secara efektif dan efisien. Akan tetapi jangan lupa bahwa untuk menjadi tuan di tanah sendiri yang paling utama adalah kemandirian. Kemandirian ini harus diperjuangkan, jangan sampai seperti saat prseiden Soekarno mengumandangkan kemandirian ternyata harus gagal, karena Soekarno salah dalam mengambil strategi. Pada saat itu Soekarno menolak bantuan asing karena dianggap menjadi sumber penjajahan secara ekonomi. Pada saat sama Soekarno berambisi merebut Irian Barat secara militer, sehingga kemudian meminta bantuan berupa kapal perang pada  Uni Soviet sebanyak 100 kapal. Irian Barat memang kemudian mampu masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akan tetapi Soekarno sampai jatuhnya tidak mampu merealisasikan kemandirian secara ekonomi , industri dan berbagai aspek lainnya. Kebijakan pemerintah yang akan mengimpor 150 kapal untuk kebutuhan angkutan laut mirip dengan kebijakan Soekarno dulu, hanya konteksnya berbeda. Kebijakan mengimpor 2 juta ton gula dan juga sapi merupakan kebijakan yang kontra produktif dari asas kemandirian yang dikampanyekan presiden Joko Widodo sewaktu mencalonkan diri. Soekarno yang khawatir terhadap penjajahan ekonomi sepertinya berbeda  bagi pemerintahan Joko Widodo yang mengklaim terinspirasi dari Tri Saktinya Soekarno.  Joko Widodo dan Jusuf Kalla sepertinya lebih memilih jalan pragmatis dalam menerjemahkan kemandirian ini. Kebijakan impor kapal, gula dan sapi yang juga bernuansa solusi pragmatis,  harus ditinjau ulang, sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan stake holder domestik termasuk perbankan untuk membicarakan soal bagaimana memacu produksi kapal, gula dan sapi.
Industri perkapalan dari segi sumber daya manusia sesungguhnya sudah banyak perusahaan yang mampu meneriman pesanan dari berbagai pihak yang membutuhkan . Aka tetapi kelemahan struktural terutama di bidangfinansial. Perusahaan galangan kapal sering kali kekurangan modal ketika harus membuat kapal yang dipesan. Selam ini perbankan di Indonesia masih kurang serius menyikapi soal pendanaan di imdustri perkapalan. Apabila ingin mandiri pemerintah harus membantu industri galangan kapal ini agar supaya memeroleh kredit murah, sehingga dapat membangun kapal sesuai perjanjian yang ditandatangani. Selain modal pemerintah perlu memberi insentif berupa penghapusan atau semurah mungkin memberlakukan pajak pada impor barang barang modal yang diperlukan .
Masalah perbatasan merupakan problem yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan baik. Perbatasan di daratan menyisakan banyak pekerjaan rumah, seperti pemindahan patok oleh negara tetangga, konflik antar penduduk perbatasan kedua negara, peningkatan berbagai aspek kehidupan penduduk di perbatasan yang termarjinalkan. Perbatasan laut juga memunculkan sengketa pemilikan pulau terluar dengan negara negara tetangga, pelanggaran lalu lintas nelayan dan bahkan angkatan laut juga menjadi masalah. Peran TNI ALRI dan Kementerian Luar Negeri dalam masalah perbatasan laut perlu dipertajam. Jangan sampai kasus Pulau Sipadan dan Ligitan terulang kembali.  Pelanggaran  angkatan laut Malaysia di wilayah Pulau Sebatik harus tidak terulang kembali. Oleh karena itu perhatian terhadap wilayah perbatasan  perlu menjadi salah satu prioritas. Apabila perbatasan terjaga dengan baik, maka kasus masuknya kapal ilegal ke wilayah laut Indonesia akan dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Rambu mercu suar perlu dibangun sebagai bentuk penegasan wilayah kedaulatan.
Masalah kualitas lingkungan hidup di lautan Indonesia saat ini menghadapi persoalan serius, yaitu terjadinya degradasi kualitas lingkungan hidup yang kalau tidak dicermati secara serius akan berakibat merosotnya produk produk biota laut. Ulah nelayan yang menggunakan bom untuk menangkap ikan berakibat matinya bibit ikan yang seharusnya belum layak ditangkap. Selain itu kerusakan terumbu karang sebagai tempat bersemainya perkembanganbiakan ikan juga menjadi ancaman serius. Ada usaha usaha memperbaiki kerusakan ini, namun yang jauh lebih penting bagaiman menumbuhkan kesadaran pada manusia yang hidup di sekitar laut dan pengunjung untuk menjaga kelestarian terumbu karang tersebu.
Abrasi laut terjadi di berbagai tempat di panta pantai Indonesia dikarenakan tak terkendalinya pembukaan tambak tambak udang dan bandeng yang dibangun dengan mengorbankan hutan mangrove yang tumbuh di panta pantai tersebut. Penghutanan kembali mangrove di pesisir pantai harus juga menjadi prioritas yang harus diseriusi lagi. Hutan mangrove ini juga menjadi tempat berkembangnya banyak biota laut, sehingga apabila masa angin barat sedang melanda lautan, para nelayan yang tak bisa melaut bisa memanfaatkan hutan mangrove ini untuk memenuhi kebutuhan seharaihari mereka.
Potensi dan Aktualisasi Sumber Daya
Lautan bukan hanya berisi air laut, ikan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Akan tetapi di aats pulau tinggal sekelompok manusia yang memilki keankeragaman yang khas secara agama, suku, etnis dan budaya.  Alam yang ada di dalam lautan dan di tepinya memiliki potensi yang luar bisa bila digali dengan benar. Nelayan yang  terkenal sejak dulu menjadi pelaut tangguh seperti dari Bugis, Bajo, Madura, Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua saat sekarang ini sebagian besar boleh dikatakan kehidupannya terpinggirkan. Mereka ada yang mampu eksis menjadi nelayan yang kaya, namun sebagian besar justru termasuk kategori penduduk miskin. Ketika BBM naik nelayan menjadi salah satu kelompok yang sangat terpengaruh dengan kenaikan BBM in, sehingga mereka kesulitan untuk melaut, karena biaya operasionalnya meningkat dan suplai bahan bakar sering kali terlambat. Dalam jaman modern ini nelayang tidak lagi bisa hanya mengandalkan dengan alat tradisional dan keberanian mengarungi lautan, namun perkembangan teknologi perkapalan dan alat penangkap ikan membuat sebagian besar nelayan tidak memilkinya, sehingga kalah bersaing dengan nelayan asing yang peralatan dan kapalnya jauh lebih besar dan modern.
Langkah dan tindakan Kemterian Kelautan dan TNI ALRI saat ini terlihat memberi efek tersedianya pasokan ikan yang berlimpah. Akan tetapi ini hanya solusi jangka pendek. Pemerintah harus memberi solusi jangka menengah dan panjang bagaimana para nelayan bisa berdaulat di wilayah perairannya sendiri.  Diperlukan pendampingan  dan pengucuran dana yang dikhususkan untuk pemberdayaan para nelayan. Bank khusus untuk Petani dan Nelayang yang selama ini pernah digagas mungkin perlu direalisasikan. Pemerintah perlu mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan spesialisasi perkapalan dan kelautan di beberapa wilayah nelayan agar ada regenerasi pelaut dan nelayan yang dibekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.  Pemerinah juga perlu mendorong berdirinya industri pengolahan yang ada di dekat wilayah nelayan agar mereka lebih mudah menjual hasil tangkapan ke industri pengolahan. Insentif pajak misalnya perlu diberikan pada investor yang mau investasi di daerah nelayan ini. Selain itu infra struktur dan transportasi yang mudah ke kota terdekat perlu dibangun.
Laut dan pantainya di banyak tempat di Indonesia ini menyimpan potensi keindahan alam yang luar biasa. Namun selama ini belum dikenal karena belum dikelola secara baik. Pemerintah Daerah perlu didorong mengubah orientasi pembanguannnya. Bagi daerah yang punya potensi wisata laut supaya memberi prioritas pengembangan wilayah wisata laut dan pemberdayaan nelayan ini. Apabila serius dalam perencanaan dan implementasi kunjungan wisata domestik dan manca negara akan dapat meningkat signifikan. Dari wisata ini banyak devisa yang bisa diperoleh negara dan masyarakat sekitar juga akan dapat mengembangkan potensi ekonomi mereka.
Kekayaan budaya penduduk sekitar laut juga bisa dieksploitasi menjadi destinasi wisata bersamaan dengan keindahan alamnya. Maslahnya promosi yang serius, terncana dan terus menerus sampai saat ini belum benar benar dilakukan. Secara logika kunjungan wisata di Indonesia harus lebih banyak daripada Singapura dan Malaysia yang wilayahnya jauh lebih kecil. Masalahnya Indonesia kalah dlam hal manajemen pengelolaan dan pemasaran wisata baik secara domestik mau pun internasional.
Dari paparan ini maka sinergi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, TNI, Polri dan intitusi lain merupakan kata kunci penting agar penataan sektor maritim benar benar dapat meberi hasil yang berkesinambungan. Kiprah TNI ALRI dan TNI AURI perlu didukung lebih lanjut agar kedaulatan dilaut, udara dan bahkan di udara benar benar dinikmati oleh bangsa ini. Dari langkah ini Indonesia yang bermartabat bukan hanya sekadar impian
                                                                                        Sidoarjo, 7 Desember 2014

PENATAAN WILAYAH LAUT INDONESIA

Media memberitakan bahwa besuk hari Sabtu, tanggal 6 Desember TNI ALRI akan melakukan penenggelaman sejumlah kapal yang telah ditangkap, karena secara ilegal kapal-kapal tersebut masuk ke wilayah laut Indonesia dan mencuri kekayaan lautnya. Peristiwa ini sebenarnya bukan peristiwa pertama yang terjadi. Beberapa waktu lalu para nelayan bersama aparat keamanan laut sudah pernah menenggelamkan kapal ilegal yang mencuri ikan diperairan Indonesia.

Berita ini menjadi perhatian publik nasional dan internasional, karena peristiwa ini menandai sikap resmi Indonesia dalam pengamanan wilayah laut Indonesia dan pemberian sangsi yang tegas terhadap para pelaku pelanggaran di wilayah laut Indonesia. Berita ini juga memunculkan pro dan kontra terhadapa kebijakan penenggelaman ini.

Gun Boat Policy dan Neighborhood Policy 

Tindakan penenggelaman kapal-kapal yang telah tertangkap masuk secara ilegal ke wilayah laut Indonesia memberi makna bahwa saat sekarang ini pemerintah Indonesia secara tegas mengambil sikap terhadap masalah pelanggaran kedaulatan dan eksplorasi kekayaan yang tersimpan di dalam laut. Sudah jelas bahwa yang ditenggelamkan pasti kapal-kapal milik asing yang berarti Indonesia akan menghadapi pihak-pihak yang memiliki kapal tersaebut. Sampai saat ini belum ada pengumuman kapal milik negara atau warga negara mana yang akan ditenggelamkan besuk. Sampai saat ini belum ada sikap resmi pula dari negara negara tetangga yang diketahui selama ini para nelayan atau perusahaan pelayaran dari negara tersebut sering mengambil ikan di wilayah Indonesia secara ilegal. Selama ini sepertinya negara tidak berdaya menghentikan ulah kapal-kapal tersebut.

Besuk pagi akan segera diketahui kapal asing dari mana atau kapal berbendera Indonesia milik siapa yang ditenggelamkan. Setelah itu pasti akan ada respon dari negara-negara yang terkena sangsi npenenggelaman tersebut. Respon negara-negara lain bisa jadi dalam berbagai bentuk. Pertama negara tersebut menyatakan menghormati keputusan Indonesia, karena kapal kapal dari warga negaranya telah melanggar kedulatan Indonesia dan melakukan tindakan kriminal. Respon kedua negara tersebut minimal akan mengajukan nota protes ke Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Ketiga, respon yang lebih keras negara tersebut akan melakukan tindakan balasan terhadap apa yang telah diputuskan Indonesia.

Tindakan TNI ALRI ini memberi bukti bahwa Indonesia tidak main-main dalam soal pelanggaran kedaulatan dan perlindungan terhadap sumber daya alam yang terkandung di dlam laut di wilayah Indonesia. Dengan demikian pemerintah Indonesia sudah mengerahkan sebagian atau bahkan seluruh kekuatan laut yang dimilki untuk mengamankan kedaulatan lautnya. Dalam konteks ini penangkapan dan penenggelaman kapal asing merupakan langkah awal dari berbagai langkah yang apabila perlu akan dilakukan oleh Indonesia untuk mengamankan wilayah kedaulatannya. Peresmian penempatan pangkalan F16 dmilik TNI AURI di  Pangkalan Udara Rusmin Nuryadin Pekan Baru Riau yang saat ini berjumlah 4 pesawat dan pada tahun 2015 akan menjadi dua skuadron menunjukkan keseriusan Indonesia mengamankan wilayah kedaulatan. Pengerahan armada laut wilayah barat dan timur berpatroli di laut memberi sinyal kepada dunia internasional Indonesia siap untuk mempertahankan dan mengamankan kedaulatan lautnya dan didukung pula oleh kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia. Pengerahan kekuatan laut ini bisa dibaca sebagai manuver militer yang bermacammacam. Kalau dahulu Amerika Serikat ketika ingin membuka  isolasi kerajaan Dinasti Manchu di daratan China dengan mengerahkan kekuatan angkatan laut untuk melakukan penyerangan apabila pihak China tidak mau membuka diri terhadap kunjungan Amerika Serikat yang dalam strategi militer kemudian dikenal dengan Gun Boat Policy, maka dalam konteks pengerahan kekuatan laut dan udara yang dimilki oleh Indonesia bisa jadi bisa disebut Soft Gun Boat Policy. Mengapa disebut Soft Gun Boat Policy?

Dari segi tujuan pemerintah Indonesia tidak punya maksud untuk berperang dengan siapa pun. Indonesia lebih memilih strategi si vis pacem parabellum yang berati bahwa untuk menciptakan perdamaian Indonesia harus selalu siap untuk berperang kalau ada negara lain yang mengganggu kedaulatan Indonesia. Soft Gun Boat Policy menebarkan ancaman bagi kapal-kapal asing yang nekad masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia apalagi menjarah kekayaan yang ada di wilayah Indonesia. Ancaman yang dilaksanakan dalam konteks ini tahap awalnya adalah penenggelaman kapal-kapal ilegal yang akan dilakukan besuk hari Sabtu ini. Apabila setelah penenggelaman terjadi respon yang berlebihan dari negara lain Indonesia sudah siap untuk menangkalnya dengan baik.

Muncul pertanyaan apakah penenggelaman kapal-kapal tersebut tidak akan berimplikasi pada hubungan baik yang selama ini sudah dijalin Indonesia dengan berbagai negara tetangga? Neighbourhood Policy merupakan ikon politik luar negeri Indonesia masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Masa itu Indonesia selalu mengedepankan pendekatan persuasif dalam berbagai persoalan pelanggaran kedaulatan di perbatasan dan lautan. Akan tetapi kenyataan yang dihadapi kebijakan tersebut dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga indonesia. Saat sekarang ini Indonesia mulai mengubah strategi bukan dengan pendekatan persuasif, namun  dengan tindakan yang tegas terhadap pelanggar kedaulatan Indonesia. Pendekatan ini bukan berati terus mengorbankan hubungan baik dengan negara-negara tetangganya.

Peran Kementerian Luar Negeri menjadi makin strategis, karena tugas Kemeterian inilah yang menjelaskan kepada negara-negara tetangga mengenai kebijakan yang ditempuh saat ini. Kepiawaian Retno Marsudi beserta jajarannya menjalankan diplomasi yang mengedepankan derajad dan harkat negara dan keutuhan kedaulatan dan pada saat yang sama tidak melukai atau mencederai persahabatan yang selama ini sudah terbina cukup baik. Selain itu dengan diplomasi yang baik bisa mereduksi tindakan tindakan balasan yang mungkin akan dilakukan sebagai respon ats tindakan TNI Angkatan Laut Republik Indonesia dan Kementerian Kelautan tersebut.

Langkah praktis yang bisa dilakukan Menteri Luar Negeri bisa mengundang Duta Besar Negara sahabat, terutama yang kapalnya terkena sangsi penenggelaman untuk diberi penjelasan soal kebijakan tersebut dan dialog konstruktif agar langkah penenggelaman tak perlu lagi dilakukan.

Menteri Luar Negeri juga bisa mengutus pejabat tingg Kementrian Luar Negeri road show ke negara sahabat menjelaskan soal penenggelaman kapal asing yang masuk ke Indonesia secara ilegal.

Modalitas yang diperlukan

Untuk mengamankan kedaulatan laut, udara dan darat Indonesia perlu modalitas yang handal dan kuat guna mengadapi tantangan dan hambatan yang ke depan akan selalu dihadapi. Sayidiman Suryohadiprojo (dalam bukunya Si Vis Pacem Para Bellum, Gramedia Pustaka Utama, 2005) mengemukakan meskipun saat ini kondisi yang sedang berlaku dalam keadaan damai, namun untuk menjalankan pertahanan negara perlu strategi, operasi dan taktik yang memadai. Strategi, operasi dan taktik ini berkaitan dengan persoalan perang. Seperti disebutkan di atas bahwa untuk menjaga perdamaian setiap negara harus siap berperang. Oleh karena itu dalam mempertahankan kedaulatan negara prinsip-prinsip perang perlu menjadi perhatian. Ada 10 prinsip yang perlu diperhatikan dalam strategi, operasi dan taktik yaitu :  Ofensif, Konsentrasi, Ekonomi, Manuver, Pendadakan, Sekuriti, Administrasi dan Logistik, Fokus, Sederhana, Kesatuan Komando.

Dari 10 prinsip ini untuk saat ini kekuatan angkatan perang meskipun sudah membaik signifikan dibanding saat krisi ekonomi, namun masih perlu ditingkatkan. Salah satu prinsip yang cukup mencolok kekurangannya adalah masalah administrasi dan logistik. Dalam operasi penindakan kapal asing ilegal yang masuk ke Indonesia ternyata sampai saat ini masih ada yang berani melakukan penangkapan ikan dilaut Indonesia pada malam hari. Salah satu alasan yang muncul kapal patroli yang biasa melakukan operasi kekurangan bahan bakar, sehingga patroli belum bisa dilakukan 24 jam setiap harinya. Badan Keamanan Laut yang diamanatkan oleh Undang Undang saat ini belum resmi dibentuk, sehingga kewenangan penindakan yang seharusnya dilakukan Badan ini dilakukan oleh TNI ALRI. Ke depan semua prinsip ini perlu dijalankan secara konsiten, makin lama makin baik. Dengan demikian martabat, sejahtera  dan kemajuan Indonesia dapat bertumpu pada Indonesia Poros Maritim Dunia.

                                                                            Sidoarjo, 5 Desember 2014

PELUANG DAN TANTANGAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA 2015

Sebulan lagi tahun 2014 akan berlalu dan di tahun 2015 nanti semua negara termasuk Indonesia akan menghadapi berbagai permasalahan yang disebabkan oleh dinamika domestik, regional dan global. Dalam konteks politik luar negeri sebagai perpanjangan politik domestik, maka Indonesia akan meendera Indonesia dan juga pengusiran nghadapi sekian tantangan dan peluang yang sejak sekarang sudah harus dicermati dengan sebaik baiknya.

Beberapa isu penting

Sampai saat ini Indonesia sedang menghadapi beberapa isu penting yang muncul disebabkan oleh berubahnya pemerintahan, dinamika yang sudah terjadi dan masih tetap berlangsung hingga sekarang, pergeseran pergeseran yangterjadi di sekitar lingkungan Indonesia dan dinamika di tingkat global.

Isu pertama yang sekarang sedang dirasakan bukan hanya oleh Indonesia, tapi juga oleh negara negara tetangga Indonesia adalah perubahan implementasi prinsip Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif. Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono zero enemy, thousand friends merupakan implementasi dari politik bebas aktif ini. Dalam konteks ini Indonesia menganggap bahwa Indonesia tidak mempunyai musuh. Semua negara adalah teman. Pada kenyataannya negara negara lain terutama negara tetangga semacam Australia, Malaysia dan Singapura memanfaatkan sikap Indonesia. Banyak kasus pencurian ikan, pelanggaran wilayah kedaulatan, perlakuan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri banyak terjadi, namun karena semua masalah ingin diselesaikan secara pertemanan, maka dalam banyak hal Indonesialah yang dirugikan. Apabila ada konflik pemerintah Indonesia sangat lebih mengedepankan pada  penyelesaian politik dan diplomasi. Dalam banyak kasus pihak Indonesia yang kemudian dirugikan.

Ketika presiden Joko Widodo berkuasa terjadi perubahan orientasi terhadap pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif ini. Joko Widodo menekankan bahwa kedaulatan dan Indonesia yang bermartabat menjadi dua pilar penting yang harus terus diperjuangkan. Menjadikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia juga menjadi tujuan dan prioritas dari politiki luar negeri Indonesia. Belum ada sebulan berkuasa terjadi beberapa insiden pelanggaran udara di wilayah Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti dengan pemaksaan pada para pelaku untuk menaati hukum, seperti pesawat harus terpaksa turun karena diperintah oleh pesawat TNI AURI, penahanan kapal nelayan asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa ijin, dan kapal perang asing yang masuk ke wilayah Indonesia diperingatkan supaya keluar wilayah kedaulatan Indonesia.

Isu kedua adalah maslah sengketa wilayah di Laut China Selatan yang sudah berlangsung lama dan sampai sekarang masuk fase baru ketika Republik Rakyat Tiongkok menerbitkan peta baru yang mengaskan wilayah yang disengketakan masuk wilayah kedaulatannya. Selain itu RRT juga menggulirkan Politik Jalan Sutera Abad 21 yang otomatis memasukkan wilayah sengketa ini menjadi prioritas RRT.

Isu ketiga perekonomian dunia saat ini menghadapi penurunan pertumbuhan sebagai akibat dari pelemahan ekonomi Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Mulai bulan Januari 2015 Amerika Serikat akan mulai menata kebijakan moneter dan fiskalnya dengan tujuan menyedot kembali dollar Amerika yang sudah beberapa waktu dibiarkan keluar dan kemudian dimanfaatkan oleh banyak negara termasuk Indonesia untuk membiayai pembangunan. Kebijakan ini dikarenakan mulai pulihnya perekonomian Amerika Serikat yang kemudian membutuhkan kembalinya dollar tersebut. Salah satu implikasi bagi Indonesia yaitu menurunnya nilai tukar rupiah dengan dollar dan keluarnya modal yang selama ini masuk ke Indonesia.

Isu keempat adalah keinginan Amerika membendung ekspansi politik dan ekonomi RRT ke wilayah Asia dan Pasifik, sehingga ini memunculkan friksi yang memengaruhi negara negara yang jadi ajang persaingan kedua negara.

Isu kelima adalah akan dimulainya Pasar Terbuka ASEAN yang akan berlaku pada tanggal 31 Desember 2015. Meskipun masih satu tahun lagi, sejak sekarang kegairahan sekaligus kegelisahan sudah semakin dirasakan oleh para pelaku usaha, bidang bidang ketenagakerjaan dan sektor ekonomi lain sebagai bentuk respon dari berlakunya keterbukaan ekonomi ini.

Prioritas Kebijakan Kementerian Luar Negeri Indonesia

Dalam menghadapi lima isu utama ini pemerintah Indonesia perlu membuat kategorisasi dan skala prioritas dalam menjalankan politik luar negerinya. Kategorisasi yang perlu dibuat adalah kebijakan yang bersifat preventif, kuratif dan prospektif. Dalam konteks ini Kementerian  Luar Negri secara bersama dengan  Kementerian lain yang terkait dan juga dengan TNI dan POLRI duduk bersama membahas kebijakan yang diperlukan atau secara mandiri Kementerian ini melakukan diplomasi.

Kebijakan yang berkategori preventive adalah bagaiman mencegah dampak negatif dari implementasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Terbukanya Perekonomian ASEAN, menyikapi keinginan Amerika Serikat membendung perkembangan RRT yang tumbuh menjadi kekuatan signifikan di Asia Pasifik dan kecenderungan makin lemahnya nilai tukar rupiah.

Kebijakan yang bersifat kuratif adalah kebijakan yang dimaksudkan memperbaiki apa yang selama ini sudah sangat merugikan Indonesia harus segera ditangani secara lebih baik. Sebulan terakhir ini sudah ada beberapa kebijakan yang diambil oleh Kementerian Perikanan, TNI AU, TNI AL dan Kementerian Luar Negeri dalam upaya mempertegas harkat martabat dan kedaulatan Indonesia. Ditahun 2015 tantangannya semakin besar, karena langsung atau tidak langsung banyak pihak yang berkepentingan dengan Indonesia bisa jadi merasa sangat dirugikan dengan kebijakan ini. Oleh karena itu Kementerian Luar negeri sebagai ujung tombak diplomasi harus didukung oleh berbagai lembaga negara untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia. Kementerian Luar Negeri dalam menjalankan diplomasi memerlukan bantuan data yang dapat digunakan sebagai pendukung argumen dalam berdiplomasi. Dengan kata lain apa yang dikatakan oleh presiden Joko Widodo agar tidak mengedepankan ego sektoral. Dalam konteks inilah ujian yang nyata sedang dan akan dihadapi Indonesia. Kebijakan kuratif sangat mungkin akan memunculkan protes atau bahkan gugatan dari negara lain, sehingga kalau ego sektoral antar Kementerian bisa dihapus posisi Indonesia tentu akan lebih kuat.

Kebijakan yang prospektif adalah bagaimana Indonesia dengan gaya diplomasi dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang memerlihatkan sosok yang tegas sekaligus luwes akan dapat memunculkan simpati dan empati dunia. Dalam konteks ini prospek terwujudnya Poros Maritim Dunia sangat tergantung dari kinerja, terutama  Kementerian Luar Negeri. Aka tetapi bukan berarti lembaga lain tidak penting. Mereka juga punya tugas yang sama yaitu menciptakan rasa simpati dan empati dunia agar mereka mau membantu dalam berbagai bentuk kegiatan, terutama dalam investasi di bidang yang berkaitan erat dengan kemaritiman. Selain itu penyiapan infra struktur dan perijinan yang mudah, tranparan dan bebas korupsi merupakan pendorong kuat bagi terbukanya prospek berhasilnya diplomasi Indonesia.
Selamat bekerja buat semua unsur yang mendorong kinerja politik luar negeri Indonesia bebas aktif dan menciptakan Indonesia yang berdaulat dan bermartabat.

                                                                        Sidoarjo, 1 Desember 2014